Semua
siswa terdiam menatap wajah Eliya yang kusut.Kedua matanya basah.Badannya yang
gemuk terguncang-guncang menahan tangis.Bu Wati dan Pak Burham yang berdiri di
sampingnya berusaha menenangkannya. Namun Eliya masih terus menangis.
“Anak-anak,
mungkin kalian bertanya-tanya, mengapa Eliya ?” tanya Pak Burham tenang. “ Dia
menangis karena uang sekolahnya hilang !” lanjut Pak Burham.
“Uang
sekolah Eliya hilang ?” teriak seisi kelas hampir bersama-sama. Seketika kelas
pun menjadi gaduh.
“Sudahlah!Kalian
diam dulu!” potong Pak Burham.“Sekarang Bapak minta kalian bersikap
jujur.Apabila diantara kalian ada yang mengambil uang Eliya tolong
dikembalikan.”
“Kalian
jangan takut. Apabila kalian mengaku,Bu Wati dan Bapak Burhan akan merahasiakan
nama kalian,” janji Bu Wati.
“Tetapi
bila tidak ada yang mengaku terpaksa Bapak akan mendatangkan paranormal ke
kelas ini,” lanjut Pak Burhan.
“Paranormal?”
teriak seisi kelas bersamaan. Dan kelas pun kembali ramai.
“Kalian
tidak usah takut!” seru Pak Burham. “Yang akan Bapak bawa ke kelas ini bukan
orangnya tetapi manteranya yang sudah dirapalkan ke dalam air putih.”
“Oh
begitu…!” guman para siswa lega.
“Dalam
satu jam nanti kalian akan diajak bicara satu persatu oleh Bu Wati. Kalau tidak
ada yang mengaku terpaksa Bapak menggunakan cara yang kedua.” ancam Pak Burham
*
* *
Cara
pertama ternyata tidak membawa hasil.Para siswa semakin gelisah.
“Menurut
kamu siapa, Mir ?” pancing Ratih.
“Siapa
,ya?” pikir Mira.
“Biasanya
di saat-saat seperti ini bakat detektifmu muncul,” gurau Ratih.
“Aku
mencurigai seseorang, Rat !Tetapi aku tidak percaya kalau dia yang melakukan!”
“Menduga-duga
kan boleh?Ayo , menurutmu siapa?” desak Ratih.
“Aku
mencurigai Kristian tetapi aku tidak percaya kalau dia pelakunya!” bisik Mira
Ratih
manggut-manggut,”Ternyata kita sepaham.Aku juga mencurigai Kristian!”
“Alasanmu
apa ?” tanya Mira heran.
“Alasanku?Dia
anak baru. Baru satu bulan dia duduk di kelas ini.Sebelum dia masuk kejadian
seperti ini tidak pernah ada!” papar Ratih penuh semangat.”Dan setiap istirahat
dia tidak mau keluar kelas! Tidak mau jajan.Di kelas hanya baca komik saja!”
“Tetapi
itu bukan alasan untuk menuduh dia. Dia tidak mau jajan karena membawa bekal
dari rumah.Dia pernah bercerita kepadaku katanya makanan di kantin ini kurang
sehat. Dan dia membaca komik untuk refreshing karena dia memang hobi baca
komik.” bela Mira
“
Saya tahu, tetapi bisa saja semua itu hanya kedok untuk menutupi kejahatannya!”
“Lalu
untuk apa dia mengambil uang Eliya ? Dia anak orang kaya lho,Rat!” ujar Mira.
“Kalau
masalah itu saya tidak tahu!” jawab Ratih sambil mengangkat bahunya.”Kalau
alasanmu mencurigai Kristian apa?” gantian Ratih yang bertanya.
“
Alasanku?” jawab Mira bingung.
“Ya!Alasanmu
mencurigai Kristian apa?” desak Ratih.
“Sama
dengan alasanmu!” jawab Mira sambil nyengir.
“Payah
kamu!Tidak ilmiah sama sekali!” gerutu Ratih kecewa.
“Sssstttttttt
diam…!” perintah ketua kelas ketika mendengar langkah sepatu Pak Burham.
“Ternyata
tidak ada yang mengaku. Lihatlah! Gelas ini sudah penuh dengan air yang
bermantera. Mantera ini hanya akan bereaksi pada mulut orang yang berbohong.
Kalau kalian jujur mantera ini tidak akan bereaksi dan tidak mempunyai efek
samping,” papar Beliau serius.
“Pak
Burham tidak usah melakukan itu.Sayalah yang mengambil uang Eliya!”
Seketika
kelas menjadi gaduh.Seluruh mata menatap Kristian tidak percaya.Bu Wati dan Pak
Burham tercengang.Tangis Eliya terhenti.
“Benarkan
Mir, dugaanku!” bisik Ratih penuh kemenangan.
“Kristian
!kamu kok tega sama aku !” jerit Eliya.
“Sudahlah!Kalian
tenang!” perintah Pak Burham.”Jadi kamu pelakunya,Kris ?”
“Maaf
Pak Burham! Maaf Bu Wati! Maaf teman-teman! Sebenarnya bukan hanya uang Eliya
saja yang saya ambil!” jawab Kristian tenang. “Lihat !Mobil Tamiya ini milik
siapa?,” tanya Kristian sambil mengeluarkan mobil-mobilan kecil dari tasnya.
“Itu
milikku!” seru Didin, “Ternyata kamu pencurinya!” teriak didin garang.
“Jangan
menuduh, Din! Mobil ini aku temukan di laci mejamu, hari Kamis tanggal satu
kemarin . Lihat di sini kutulis datanya! Dan anehnya kamu tidak pernah merasa
kehilangan, kamu tidak pernah lapor Bu Wati atau Pak Burham karena kamu mampu
membeli lagi,”
Wajah
Didin tersipu malu “Maaf Pak! Saya tidak akan membawa mainan lagi ke sekolah”
“Ratih!Ini
adalah kalkulatormu!”Kristian kembali merogoh tasnya dan mengeluarkan
kalkulator digital.“Jangan menuduh saya pencuri karena kalkulator ini juga
kutemukan di laci mejamu.Tepatnya Hari Senin setelah pelajaran
matematika.Ternyata kamu selalu menggunakan kalkulator dalam mengerjakan soal
matematika.Dan anehnya kamu juga tidak pernah merasa kehilangan.”
Wajah
Ratih memerah. Dia tertunduk dan tidak berani lagi menatap ke depan.
“Maaf
Bu Watik. Saya menemukan ini di bawah meja Ibu!” lanjut Kristian sambil menunjukkan
wesel pos. “Disini tertulis honor menulis cerita anak sebesar seratus lima
puluh ribu. Saya temukan tanggal sepuluh yang lalu.Dan ternyata Ibu juga tidak
pernah merasa kehilangan uang sebesar ini.”
Gantian
wajah Bu Watik yang memerah.
“Lalu
uang sekolah Eliya bagaimana?” desak Pak Burham tidak sabar lagi.
“Uang
Eliya di dalam komik ini!jawab Kristian sambil menunjukkan komik kesayangannya.
“Kemarin Eliya pinjam komik saya dan pagi tadi baru dikembalikan. Jam istirahat
tadi saya iseng-iseng membaca komik dan menemukan uang ini. Mungkin Eliya
tergesa-gesa sehingga salah menyelipkan uang sekolah ini! Betulkan El?”
“Maaf,
Kris! Aku telah menuduhmu yang bukan-bukan.Tadi pagi aku memang
tergesa-gesa.Aku teledor sekali!” jawab Eliya sambil mengulurkan tangannya.
“Aku
juga minta maaf .Aku juga teledor” sesal Didin sungguh-sungguh.
“Ibu
minta maaf ya, Kris.Ibu akan lebih hati-hati lagi,” janji Bu Wati.
Kristian
tersenyum menatap teman-temannya.Dalam hatinya ada rasa haru dan bangga berbaur
jadi satu.