cerpen : Teledor

Sabtu, 12 Oktober 2013

Semua siswa terdiam menatap wajah Eliya yang kusut.Kedua matanya basah.Badannya yang gemuk terguncang-guncang menahan tangis.Bu Wati dan Pak Burham yang berdiri di sampingnya berusaha menenangkannya. Namun Eliya masih terus menangis.
“Anak-anak, mungkin kalian bertanya-tanya, mengapa Eliya ?” tanya Pak Burham tenang. “ Dia menangis karena uang sekolahnya hilang !” lanjut Pak Burham.
“Uang sekolah Eliya hilang ?” teriak seisi kelas hampir bersama-sama. Seketika kelas pun menjadi gaduh.
“Sudahlah!Kalian diam dulu!” potong Pak Burham.“Sekarang Bapak minta kalian bersikap jujur.Apabila diantara kalian ada yang mengambil uang Eliya tolong dikembalikan.”
Semua siswa pun diam lagi seperti patung.
“Kalian jangan takut. Apabila kalian mengaku,Bu Wati dan Bapak Burhan akan merahasiakan nama kalian,” janji Bu Wati.
“Tetapi bila tidak ada yang mengaku terpaksa Bapak akan mendatangkan paranormal ke kelas ini,” lanjut Pak Burhan.
“Paranormal?” teriak seisi kelas bersamaan. Dan kelas pun kembali ramai.
“Kalian tidak usah takut!” seru Pak Burham. “Yang akan Bapak bawa ke kelas ini bukan orangnya tetapi manteranya yang sudah dirapalkan ke dalam air putih.”
“Oh begitu…!” guman para siswa lega.
“Dalam satu jam nanti kalian akan diajak bicara satu persatu oleh Bu Wati. Kalau tidak ada yang mengaku terpaksa Bapak menggunakan cara yang kedua.” ancam Pak Burham
* * *
Cara pertama ternyata tidak membawa hasil.Para siswa semakin gelisah.
“Menurut kamu siapa, Mir ?” pancing Ratih.
“Siapa ,ya?” pikir Mira.
“Biasanya di saat-saat seperti ini bakat detektifmu muncul,” gurau Ratih.
“Aku mencurigai seseorang, Rat !Tetapi aku tidak percaya kalau dia yang melakukan!”

“Menduga-duga kan boleh?Ayo , menurutmu siapa?” desak Ratih.
“Aku mencurigai Kristian tetapi aku tidak percaya kalau dia pelakunya!” bisik Mira
Ratih manggut-manggut,”Ternyata kita sepaham.Aku juga mencurigai Kristian!”
“Alasanmu apa ?” tanya Mira heran.
“Alasanku?Dia anak baru. Baru satu bulan dia duduk di kelas ini.Sebelum dia masuk kejadian seperti ini tidak pernah ada!” papar Ratih penuh semangat.”Dan setiap istirahat dia tidak mau keluar kelas! Tidak mau jajan.Di kelas hanya baca komik saja!”
“Tetapi itu bukan alasan untuk menuduh dia. Dia tidak mau jajan karena membawa bekal dari rumah.Dia pernah bercerita kepadaku katanya makanan di kantin ini kurang sehat. Dan dia membaca komik untuk refreshing karena dia memang hobi baca komik.” bela Mira
“ Saya tahu, tetapi bisa saja semua itu hanya kedok untuk menutupi kejahatannya!”
“Lalu untuk apa dia mengambil uang Eliya ? Dia anak orang kaya lho,Rat!” ujar Mira.
“Kalau masalah itu saya tidak tahu!” jawab Ratih sambil mengangkat bahunya.”Kalau alasanmu mencurigai Kristian apa?” gantian Ratih yang bertanya.
“ Alasanku?” jawab Mira bingung.
“Ya!Alasanmu mencurigai Kristian apa?” desak Ratih.
“Sama dengan alasanmu!” jawab Mira sambil nyengir.
“Payah kamu!Tidak ilmiah sama sekali!” gerutu Ratih kecewa.
“Sssstttttttt diam…!” perintah ketua kelas ketika mendengar langkah sepatu Pak Burham.
“Ternyata tidak ada yang mengaku. Lihatlah! Gelas ini sudah penuh dengan air yang bermantera. Mantera ini hanya akan bereaksi pada mulut orang yang berbohong. Kalau kalian jujur mantera ini tidak akan bereaksi dan tidak mempunyai efek samping,” papar Beliau serius.
“Pak Burham tidak usah melakukan itu.Sayalah yang mengambil uang Eliya!”
Seketika kelas menjadi gaduh.Seluruh mata menatap Kristian tidak percaya.Bu Wati dan Pak Burham tercengang.Tangis Eliya terhenti.
“Benarkan Mir, dugaanku!” bisik Ratih penuh kemenangan.
“Kristian !kamu kok tega sama aku !” jerit Eliya.
“Sudahlah!Kalian tenang!” perintah Pak Burham.”Jadi kamu pelakunya,Kris ?”
“Maaf Pak Burham! Maaf Bu Wati! Maaf teman-teman! Sebenarnya bukan hanya uang Eliya saja yang saya ambil!” jawab Kristian tenang. “Lihat !Mobil Tamiya ini milik siapa?,” tanya Kristian sambil mengeluarkan mobil-mobilan kecil dari tasnya.
“Itu milikku!” seru Didin, “Ternyata kamu pencurinya!” teriak didin garang.
“Jangan menuduh, Din! Mobil ini aku temukan di laci mejamu, hari Kamis tanggal satu kemarin . Lihat di sini kutulis datanya! Dan anehnya kamu tidak pernah merasa kehilangan, kamu tidak pernah lapor Bu Wati atau Pak Burham karena kamu mampu membeli lagi,”
Wajah Didin tersipu malu “Maaf Pak! Saya tidak akan membawa mainan lagi ke sekolah”
“Ratih!Ini adalah kalkulatormu!”Kristian kembali merogoh tasnya dan mengeluarkan kalkulator digital.“Jangan menuduh saya pencuri karena kalkulator ini juga kutemukan di laci mejamu.Tepatnya Hari Senin setelah pelajaran matematika.Ternyata kamu selalu menggunakan kalkulator dalam mengerjakan soal matematika.Dan anehnya kamu juga tidak pernah merasa kehilangan.”
Wajah Ratih memerah. Dia tertunduk dan tidak berani lagi menatap ke depan.
“Maaf Bu Watik. Saya menemukan ini di bawah meja Ibu!” lanjut Kristian sambil menunjukkan wesel pos. “Disini tertulis honor menulis cerita anak sebesar seratus lima puluh ribu. Saya temukan tanggal sepuluh yang lalu.Dan ternyata Ibu juga tidak pernah merasa kehilangan uang sebesar ini.”
Gantian wajah Bu Watik yang memerah.
“Lalu uang sekolah Eliya bagaimana?” desak Pak Burham tidak sabar lagi.
“Uang Eliya di dalam komik ini!jawab Kristian sambil menunjukkan komik kesayangannya. “Kemarin Eliya pinjam komik saya dan pagi tadi baru dikembalikan. Jam istirahat tadi saya iseng-iseng membaca komik dan menemukan uang ini. Mungkin Eliya tergesa-gesa sehingga salah menyelipkan uang sekolah ini! Betulkan El?”
“Maaf, Kris! Aku telah menuduhmu yang bukan-bukan.Tadi pagi aku memang tergesa-gesa.Aku teledor sekali!” jawab Eliya sambil mengulurkan tangannya.
“Aku juga minta maaf .Aku juga teledor” sesal Didin sungguh-sungguh.
“Ibu minta maaf ya, Kris.Ibu akan lebih hati-hati lagi,” janji Bu Wati.

Kristian tersenyum menatap teman-temannya.Dalam hatinya ada rasa haru dan bangga berbaur jadi satu.

Pages